Nama: Diana
NIM: 170321100051
Kelas: B
Studi
kasus nomer 1
Hak Atas Kekayaan
Intelektual atau yang kerap disingkat HAKI merupakan sebuah perlindungan hukum
yang diberikan sebuah negara tertentu kepada seseorang atau sekelompok individu
yang telah menuangkan gagasannya dalam wujud sebuah karya. Hukum ini bersifat teritorial
kenegaraan. Artinya, sebuah karya hanya akan dilindungi hak-haknya di negara
tempat karya tersebut didaftarkan untuk memperoleh HAKI. Sebagaimana yang
tertuang di dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Hak Atas
Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada
seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Adapun karya yang
dilindungi adalah dalam bentuk benda tak berwujud seperti hak cipta, paten, dan
merek dagang dan benda yang berwujud berupa informasi, teknologi, sastra, seni,
keterampilan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Menurut Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta didefinisikan sebagai hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta juga merupakan bagian
dari kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pada kasus tersebut diketahui Dirut PT Delta
Merlin Dunia Tekstil (DMDT) Karang anyar yaitu Jau Tau Kwan terbukti bersalah
dikarenakan memproduksi kain rayon grey bergaris kuning yang telah dipatenkan
PT Sritex Sukoharjo. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta pada Bab XVII ketentuan pidana pasal 113 ayat 3, Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Studi
kasus nomer 3
Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam
hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa)
konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum
perlindungan konsumen pada dasarnya merupakan bagian khusus dari hukum
konsumen, di mana tujuan hukum perlindungan konsumen secara khusus mengatur dan
melindungi kepentingan konsumen atas perlindungan barang dan/atau jasa yang ada
di masyarakat. Ketentuan-ketentuan hukum perlindungan konsumen tersebut terdapat
dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hukum perdata,
hukum pidana, hukum administrasi. Pada kasus tersebut Milla sebagai konsumen merasa
dirugikan oleh PT Nissan Motor Indonesi (NMI), karena telah memalsukan informasi mengenai keiritan bensin pada mobil
Nissan March. mobil ini diinformasikan mengkonsumsi
satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km, setelah Milla membeli mobil
tersebut Milla menemukan kenyataan bahwa butuh satu liter bensin hanya untuk
pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 km. Oleh karena itu PT Nissan Motor
Indonesia (NMI) melanggar pasal 9 ayat (1) huruf k dan pasal10
huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI harus membatalkan transaksi,
dan mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Kasus
nomer 5
Kepailitan merupakan suatu proses
dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar
utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan
niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur
dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Pasal 1 angka
(1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Kasus
ini mengenai PT Sariwangi Agricultural Estates Agency (Sariwangi A.E.A) dan anak
usahanya PT. Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (Indorub) yang
dinyatakan pailit oleh pengadilan karena
terjerat utang besar dan melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap
perjanjian perdamaian atau homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) terdahulu, maka menurut menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1998
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun
1998 pada Bab I tentang kepailitan bagian 1 pernyataan pailit pasal 1 ayat 1
disebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar sedikitnya utang yang telah jatuh tempo dinyatakan pailit dengan
putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana permohonannya sendiri ataupun
permintaan seorang atau debiturnya selain itu diperkuat juga dengan putusan
MK dalam uji materil UU KPKPU dalam Putusan Nomor 071/PUU-II/2004 dan Nomor
001-002/PUU-III/2005 untuk memberhentikan Pt Sariwangi A.E.A dan
anak usahanya PT. Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (Indorub).
Komentar
Posting Komentar